SKADRON UDARA 8

Tiada Sejengkal Tanahpun di Nusantara ini Tanpa Jangakauan Helikopter

STORY

SEJARAH SINGKAT PEMBENTUKAN SKADRON UDARA 8

PANGKALAN TNI ANGKATAN UDARA ATANG SENDJAJA DI BOGOR



Upaya Indonesia Membuat Helikopter

Keadaan geografi negara Republik Indonesia yang sebagian besar wilayahnya berupa perairan dan terdiri lebih dari 13.605 pulau besar dan kecil, mutlak sekali membutuhkan sektor perhubungan dengan mobilitas tinggi. Sarana perhubungan yang mampu menjangkau berbagai kota dan pulau dalam waktu cepat adalah pesawat terbang.   Peranan sarana perhubungan menggunakan pesawat terbang sangat besar, baik untuk memperlancar berjalannya pemerintahan, mensuseskan pembangunan maupun demi kepentingan pertahanan keamanan nasional, lebih-lebih dalam kegiatan menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara terutama di udara, diperlukan sekali kekuatan udara yang kuat dan tangguh.  Di dalam kepentingan militer,  pesawat merupakan salah satu alat utama sistem senjata udara, yang senantiasa perlu menyesuaikan kemajuan teknologi khususnya teknologi penerbangan.
Berbicara masalah sarana perhubungan udara, kita mengenal pesawat terbang (fix wing) dan pesawat helikopter (rotary wing).   Keduanya sama-sama penting sesuai dengan kebutuhan, baik untuk keperluan sipil maupun militer.  Helikopter biasanya melakukan tugas atau kegiatan di daerah sulit atau sempit yang tak mungkin dilakukan oleh pesawat terbang biasa. Yang jelas pesawat helikopter tinggal landas dan mendarat tidak memerlukan landasan panjang seperti yang biasa digunakan oleh pesawat udara.
Penjajah Jepang dan Belanda sewaktu kembali ke negara masing-masing, meninggalkan sejumlah pesawat dari beberapa jenis, namun sama sekali tidak meninggalkan helikopter jenis apapun.

Lipnur ke IPTN
Pada tanggal 21 Maret 1966 Komodor Udara Nurtanio Pringgo adisurjo gugur dalam kecelakaan pesawat terbang bukan buatan Lapip. Berkat jasa dan perannya yang besar sekali dalam merintis membuat pesawat dan mendirikan industri pesawat udara, Pemerintah dalam hal ini Mentri/Panglima Udara dengan Keputusan Nomor 76 tahun 1966 tanggal 29 Juli 1966, mengubah Lapip menjadi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (Lipnur). Seiring dengan itu pemerintah juga menganugerahkan pangkat Laksamana Muda Udara Anumerta (Marsekal Muda TNI Anumerta) kepada almarhum Nurtanio.
            Pada tanggal 25 Agustus 1976 Presiden Suharto meresmikan berdirinya  Indutri Pesawat Terbang  Nurtanio (IPTN), yang bertujuan membentuk suatu kemampuan Nasional di bidang industri pesawat terbang modern yang berdaya saing serta bermutu  Internasional. Kemudian PT IPTN mampu melaksanakan perakitan pesawat Casa C-212 Aviocar dan pesawat helikopter BO-105. Perakitan dua jenis pesawat tersebut sebagai realisasi kerja sama yang dijalin pada tahun 1975, antara Indonesia dan Construcciones Aeronautics SA (CASA) dari Spanyol untuk membuat pesawat Casa   C-212 Aviocar, dan dengan Messersch Mitt Bolcow Blohm (MBB) dari Jerman guna membikin pesawat BO-105.
            Pada tahun 1975 setelah berhasil memproduksi pesawat Casa 212 Aviocar di bawah lisensi dari Casa Spanyol dan helikopter BO-105 dibawah lisensi MBB, pada akhir tahun 1982 IPTN memproduksi helikopter NSA-330 Puma, NAS-332 Super Puma dan NBELL- 412.


TNI Angkatan Udara Membentuk Skadron Udara Helikopter

            Pada tanggal 29 Desember 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Seiring dengan itu Militaire Luchvaart (Angkatan Udara) Belanda menyerahkan fasilitas pangkalan udara meliputi landasan, pesawat udara persenjataan dan inventaris lainya kepada Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). Penyerahan berlangsung secara berangsur, terakhir pada tanggal 27 Juni 1950.
            Sejumlah pesawat yang diserahkan pada TNI AU adalah B-25 Mitchell, C-47 Dakota, C-47 Skytrain, P-51 Mustang, Auster, Piper Cub, Cessna 180, AT-16 Harvard dan PBY-5A Catalina. Kemudian pesawat-pesawat itu dikelompokkan dalam bentuk Skadron. Pesawat B-25 Mitchell dimasukkan ke dalam Skadron I, C-47 Skytrain ke dalam Skadron II, Pesawat P-51 Mustang dalam Skadron III. Sedangkan Auster, Piper Cub, Cessna 180 dan AT-16 Harvard ke dalam Skadron IV dan PBY-5A ditambah AT-16 Harvard masuk Skadron V. Waktu itu dibentuk juga Dinas Angkutan Udara (DAUM) dan peswatnya C-47 Dakota.
            Pada tahun 1952-an TNI AU sudah mempunyai beberapa skadron udara yang diperkuat dengan beberapa jenis pesawat (Fix Wing) yang meliputi pesawat pembom, tempur, angkutan dan latih. Tetapi belum ada skadron helikopter. Waktu itu Indonesia sama sekali belum mempunyai pesawat helikopter. Sebab pesawat-pesawat peninggalan Jepang dan Belanda tidak ada helikopternya. Oleh sebab itu pimpinan TNI AU mulai memikirkan dan merintis terbentuknya skadron helikopter.

Skadron Percobaan
            Sebelum membentuk skadron khusus helikopter, terlebih dulu pada tahun 1953 TNI AU merintis Skadron Percobaan Helikopter. Modal utamanya sebuah helikopter jenis Hiller-360, didatangkan dari Amerika Serikat dan diberi nomor registrasi H-101. Penerbangnya adalah Komodor Udara Wiweko Supono yang merupakan penerbang pertama pesawat helikopter di Indonesia. Ia lulus sebagai penerbang helikopter di Amerika Serikat akhir tahun 1950.
            Untuk menambah penerbang helikopter, Komodor Udara Wiweko melatih Letnan Udara Dua Joem Soemarsono, seorang teknisi pesawat terbang dan instruktur aerodinamika di Sekolah Penerbang. Kemudian menyusul sekolah penerbang lanjutan di Pangkalan Udara Andir, Bandung dan di Pangkalan Udara Kalijati, Subang.  Dalam upaya  memiliki penerbang untuk mengawaki alat utama sistem senjata (Alutsista) pesawat yang ada dan pengadaan baru yang akan didatangkan dari luar negeri antara lain dari Eropa Timur, sekitar tahun 1950-an TNI mendidik cukup banyak calon penerbang.    Tahun 1947-1950 AURI mengirim kadet penerbang ke India, dan tahun 1951 mengirim 50 kadet penerbang ke Taloa, AS. Di dalam negeri, dari 27 Agustus 1950 - 3 Pebruari 1951 di Pangkalan Udara Kalijati ada Sekbang, lulusanya dilantik sebagai sersan penerbang.  Dan 1951 – 1953 di PAU di Andir ada sekolah penerbang lanjutan (SPL). Setelah berlangsung SPL I dan II,  lantas SPL pindah ke Kalijati sampai tahun 1958, kemudian mulai tahun 1958 boyongan ke Lanud Adisucipto, hingga sekarang dengan nama Sekolah Penerbang.
            Disertai penerbang pesawat udara (Fix Wing) Letnan udara I R. Soemarsono , Letnan Joem Soemarsono, mempelajari dan belajar terbang dengan helikopter  Hiller 12B  di Amerika Serikat. Sepulang dari Amerika, kedua perwira ini melatih Suwoto Sukendar, Suti Harsono dan Kusnindar  menerbangkan helikopter. Pada tahun 1956 Letnan udara II (Dua) S. Kardjono juga menerbangkan helikopter. Pada tahun 1956 jumlah penerbang helikopter ada tujuh orang, yaitu Komodor Udara Wiweko Supono, LU I R. Soemarsono, LU II Joem Soemarsono, Kapten Udara Suwoto Sukendar, LU II Suti Harsono, LU II Kusnindar, LU II Kardjono.
            Joem Sumarsono merupakan penerbang sekaligus teknisi helikopter, ditunjuk sebagai instruktur penerbang merangkap pimpinan teknik helikopter. Waktu dibentuk skadron percobaan, Letnan Penerbang Joem Sumarsono dibantu  Tosim dan beberapa teknisi untuk merawat helikopter-helikopter tersebut. Adapun helikopter yang dimiliki skadron ini adalah sebuah Hiller-360, sebuah Hiller -12B, sebuah Bell-47G-2, Trooper dan SM-1 sebanyak 9 buah Tahun 1959 mendatangkan 30 heli Mi-4 tahun 1960 datang  pula dua heli Bell –47 J Renger yang kemudian digunakan untuk kepresidenan. Tahun berikutnya Indonesia bertambah sebuah heli S-58 T Skorsky, yang datang di Indonesia berturut-turut tahun 1956 sampai 1959. Kemudian di samping tugas sehari-hari dalam skadron, Letnan Udara Satu R. Soemarsono dan Letnan Udara Dua Joem Soemarsono ditugasi melayani istana kepresidenan. Selanjutnya Letnan Joem Soemarsono dipercayai menjadi penerbang pribadi presiden. Kendati baru memiliki Skadron Percobaan Helikopter, AURI telah mendapat kepercayaan melayani istana kepresidenan menggunakan helikopter, kepercayaan ini berlangsung sesuai dengan perkembangan organisasi di TNI AU selanjutnya khusus yang melayani RI I dan II adalah Skadron Udara 17, baik pesawat Fix Wing atau Rotary Wing.
            Pada akhir tahun 1958 R. Soemarsono dan Joem Soemarsono mengikuti tugas belajar di Rusia, memperdalam helikopter Mi-4. Seputar 1957/1958 Skadron Percobaan Helikopter, kekuatannya bertambah dengan datangnya sejumlah helikopter dari Amerika Serikat, Rusia dan Polandia. Selain Helikopter yang datang sudah siap diterbangkan, ada juga yang harus dirakit dahulu di Pangkalan Husein Sastranegara, Bandung tahun 1959. Selain itu kita juga mendatangkan beberapa instruktur penerbang helikopter. Misalnya pada tahun 1969 instruktur Richard Widskorsky dari Polandia melatih terbang  Suwoto Sukendar dan Ashadi Tjahyadi, menggunakan helikopter    SM-1.
Di saat TNI AU sedang memperkuat dan menyempurnakan Skadron Percobaan Helikopter, pernah terjadi musibah menimpa sebuah helikopter yang sedang memberi pertolongan, ketika di Pegunungan Kintamani, Bali terjadi kecelakaan C-47 Dakota. Helikopter yang bermaksud memberi pertolongan terjatuh menewaskan Letnan Udara Satu Pamudji dan Teknisi Letnan Muda Udara Satu Amir. Boleh jadi musibah tersebut merupakan musibah helikopter pertama terjadi di Indonesia.

Skadron 6 Helikopter
Upaya menambah jumlah helikopter terus dilaksanakan. Tahun 1960 datang dua buah heli Bell-47 J Ranger yang kemudian khusus untuk melayani istana kepresidenan dan VIP.   Tahun berikutnya 22 helikopter Mi-4 datang dari Rusia, dan datang sebuah helikopter S-58 Skorsky yang merupakan hadiah dari Presiden Amerika Serikat untuk Presiden Republik Indonesia.  Lalu secara khusus ditetapkan helikopter untuk melayani Presiden dan VIP adalah Bell-47 J Ranger, S-50 dan Mi-4 dipimpin oleh Kapten Udara S. Kardjono, menggantikan Mayor Udara Joem Soemarsono.
            Pada tahun 1961 Skadron Percobaan Helikopter ditingkatkan menjadi Skadron 6 Helikopter dengan Komandan Mayor Udara R. Soemarsono, Markasnya di pangkalan Udara Andir, Bandung. Seiring dengan dibentuk Skadron Teknik 6 dipimpin oleh Kapten Udara Didi Sjamsudin yang tugasnya merawat dan memelihara helikopter tingkat sedang, sementara perawatan tingkat ringan cukup dilakukan di Skadron 6 Helikopter.
            Seiring penambahan helikopter, jumlah personel ditingkatkan juga secara bertahap. Awal tahun 1962 tambah personel dari sejumlah kadet penerbang  didikan Chekoslovakia dengan nama Cakra I dan kadet penerbang dari Pangkalan Adisucipto. Para kadet Penerbang yang kemudian dilantik menjadi Letnan Udara II adalah Achmad Aulia Suratno, Sie Tjoen Gwan alias Gunawan, Soelarto Soebroto, S. Prawiro Oetomo, Ismet S. Atmawinata, Slamet Muchtar, I. Sutikno, Noor Anieq DS, Ijan MS dan Soekono Kartoatmo.
            Gelombang kedua tanggal 22 Mei 1962 kadet penerbang dari Cakra II dan akhir tahun 1962 kadet penerbang Cakra IIIA ditambah penerbang kadet Cakra IIIB dari Chekoslovakia Mei 1962.  Menambah kekuatan personel Skadron 6 Helikopter. Rombongan Cakra II terdiri dari Kamaludin Alwi, Sugiarto, Alip Suparman, Maman Suparman, Suhardono, Sukanto, Josowinarno, Sardjono, SR Manggung.  Sedang Cakra IIIA yang datang ke Indonesia semula pangkatnya Sersan Mayor Udara yang terdiri dari  Andaya Lestari, Steven Adam, Sudarmanto, Mangkala, Parwoto, Ada Suhada, Said Bacmid, Soepandi, Sudarmadi, M. Sofyan, Slamet Soengkono, Suradjim dan A. Azis. Cakra IIIB terdiri Boy Lumowa, Komar Somawirya, SP Siregar, R. Muprapto, Soemantri, Pramono Adam, Dasuki dan Achmad Ilham.
            Sampai awal Mei 1962 jumlah penerbang helikopter ada 14 orang yaitu Mayor Udara Suwoto Sukendar, Kapten Udara S. Kardjono, Kapten Udara Suti Harsono, Kapten Udara Kusnindar, Letnan Udara II (LU II) Acmad Aulia Suratno, LU II Sie Tjoen Kwan (Gunawan), LU II Soelarso Soebroto, LU II S. Prawitri Oetomo, LU II Ismet S. Atmawinata, LU II Slamet Mochtar, LU II Sutikno, LU II Noor Anieq, LU II Ijan DS, LU II Soekono Karsoatmo. Seperti halnya skadron udara yang lain, Skadron 6 Helikopter juga dikerahkan ke medan operasi dan tugas negara lainnya. Tugasnya antara lain menerjunkan pasukan, logistik, sebagai ambulance udara, SAR serta tugas Komando dan Pengendalian Operasi (Kodalops). Waktu itu helikopter Mi-4 tak sekedar menerjunkan dan mengangkut pasukan dan logistik serta evakuasi medis, tetapi juga menembaki musuh, karena sudah dipersenjatai.



Dari Bandung ke Semplak

            Sejak tanggal 22 Desember 1961 Mayor Udara Suwoto Sukendar disamping sebagai Komandan Skadron 6 Helikopter yang berada di Pangkalan Udara Hesein Sastranegara, Bandung,  merangkap sebagai Komandan Pangkalan Udara Semplak Bogor. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal efektif dan efisien, mulai Maret 1963 Skadron 6 Helikopter boyongan dari Bandung ke Semplak. Sesuai tuntutan tugas di kala itu, tugas Skadron 6 Helikopter cukup berat dan padat, baik untuk kepentingan militer maupun non militer. Beratnya tugas helikopter antara lain banyaknya pemberontakan di Tanah Air.
            Sepindahnya di Semplak, Skadron 6 Helikopter tetap sibuk mengikuti beberapa operasi militer seperti Operasi Tumpas di Sulawesi Selatan dan Tenggara, menumpas Gerombolan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar, pemberontakan Andi Sele, RMS Gerungan dan lainya. Waktu itu sebagai Panglima Operasi  Kilat adalah Panglima Daerah Militer XVI Hasanuddin Kolonel Infantri M. Yusuf.  Dalam operasi ini Skadron Udara 6 Helikopter mengirim lima buah helikopter Mi-4. Tugasnya meliputi pengangkutan dan penerjunan pasukan serta logistik, evakuasi medis dan memberi tembakan udara terhadap gerombolan sekaligus membantu gerak maju pasukan darat kawan, sebab helikopter Mi-4 dipersenjatai. Sedang tugas – tugas non militer di antaranya SAR waktu Gunung Agung di Bali meletus, dan menyemprot hama di daerah Karawang. Helikopter-helikopter Skadron 6 juga ditugaskan dalam operasi Trikora dan Dwikora.

Mi-6 Angkut Berat
            Untuk meningkatkan hasil guna, daya guna dan kemampuan operasi TNI Angkatan Udara meningkatkan Skadron Helikopter melalui pengadaan (pembelian) helikopter bermesin Turboprop. Yang ditandai dengan datangnya dua helikopter jenis Bell-204 B Iroguis pada tahun 1964, dan Januari 1965 datang sembilan helikopter angkut berat yang disebut Mi-6 dari Rusia. Dua dari 9 helikopter Mi-6 dirakit di Pangkalan Udara Cililitan. Disamping itu mendatangkan lagi helikopter angkut sedang jenis Mi-4.
            Untuk mengawaki Helikopter-helikopter, Agustus 1964 TNI AU mengirim enam penerbang, tiga perwira dan 12 bintara teknik ke luar negeri. Keenam penerbang tersebut adalah Kapten Udara Imam Suwongso, Letnan Udara I (LU I) S.P. Oetomo, LU I Soekono, LU I Noor Anieq, LU I Ijan MS dan LU I Soehardono. Sedang teknisinya adalah Kapten Udara Moch. Beser, Kapten Udara Burachman, LU II Sjamsudin Danas, Letnan Muda Udara I (LMU I) Mucharam, LMU I Soewali, LMU I I GM Soekamdi, LMU II Pribadi, Sersan Udara I (SU I) Soetrisno, SU I N. Authar dan SU I. Mas’ud.

PAU Atang Sendjaja
            Perakitan Mi-6 dilakukan oleh para teknisi helikopter TNI Angkatan Udara di antaranya Kapten Udara Atang Sendjaja. Namun pada suatu hari, ketika mengangkut bagian-bagian helikopter MI-6 dari Tanjung Periuk ke Cililitan, terjadi musibah.          Ada bagian helikopter tersengat aliran listrik  yang mengalir di kabel-kabel listrik yang ada di pinggir jalan by pass, menewaskan Kapten Udara Atang Sendjaja. Untuk mengenang dan menghargai jasa-jasanya, nama Pangkalan Angkatan Udara Semplak diganti menjadi Pangkalan Angkatan Udara Atang Sendjaja. Seiring dengan itu pangkat almarhum dinaikkan menjadi Letnan Kolonel Anumerta. Penggantian nama Pangkalan  Angkatan Udara Atang Sendjaya berlangsung pada tanggal 29 Juli 1966, bertepatan dengan peringatan Hari Bakti TNI Angkatan Udara. Penggantian nama tersebut tertuang dalam Keputusan Mentri/Panglima Angkatan Udara No. 75 Tahun 1966 tanggal 23 Juli 1966.


Wing Operasi 004

            Dengan datangnya sembilan helikopter Mi-6 Angkut Berat, perlu ada satuan khusus yang mengelolanya, hal ini sesuai dengan Keputusan Mentri/Panglima Angkatan Udara No. 11 Tahun 1965, yang dalam Pasal 3 disebutkan : Untuk sementara hingga terbentuknya kesatuan udara khusus bagi pesawat-pesawat helikopter Mi-6, pemakaian/penggunaan yang diserahkan pada Koops (Komando Operasi), ditetapkan dan diatur langsung oleh Panglima Koops, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh Mentri/Panglima Angkatan Udara. Satuan khusus yang merupakan Skadron helikopter Mi-6. Persiapan ini perlu, mengingat beban Skadron 6 Helikopter sudah sangat berat tugasnya.

            Mengingat jumlah penerbang helikopter sudah cukup banyak, pimpinan TNI AU memandang perlu memekarkan organisasi Skadron Helikopter.    Untuk itu tanggal 25 Mei 1965, dibentuk Wing Operasi (Wingops) 004, yang merupakan pengembangan Skadron 6 Helikopter dan sebagai Komandan Wingops 004 Letnan Kolonel Udara Suwoto Sukendar.

Skadron Udara 8
Wing ops 004 membawahi Skadron 6, 7 dan 8. Skadron 6 mewadahi sejumlah MI-4, sebagai Komandannya Letnan Udara Satu S.P. Oetomo dan perwira tekniknya LU II Tohari. Skadron 7 yang dipimpin oleh Komandan Letnan  Udara Satu A. Aulia Suratno menampung Mi-4 dan SM-1 serta semua jenis helikopter Bell, sebagai perwira tekniknya LU II Syamsudin Danas. Sedang Skadron Udara 8 yang dipimpin Mayor Udara Imam Suwongso, helikopternya khusus Mi-6. Dengan demikian berdirinya Skadron Udara 8, seiring dengan dibentuknya Wing Operasi 004. Beberapa penerbang Skadron Udara 8 saat dibentuk adalah Mayor Udara Imam Suwongso, Sukono S, LU I Ijan, MS, LU I Noor Anieq, LU I Ismet Sjamsi, LU I Sukamto, LU I Sardijo, LU I Soehardono, LU II Pramono Adam, LU II Boy Lumowo, LU II Soemantri, LU II Dasuki. Selain itu ditambah Skadron Teknik 6 yang tugasnya memelihara dan merawat semua helikopter yang ada di bawah Wing Operasi 004, dan selaku Komandan Skadron Teknik 6 Kapten Udara Burachman.
            Selain mengemban tugas rutin, operasi militer dan tugas-tugas lain, Skadron 7 mendidik juga para Karbol (Taruna Akademi Angkatan Udara) yang mengikuti pendidikan transisi untuk menjadi penerbang helikopter. Helikopter yang digunakan SM-1 dan SM-4.
            Menyesuaikan perkembangan dan penyempurnaan organisasi TNI AU, Wingops 004 juga mengalami perubahan. Skadron Teknik 6 yang semula di bawah Wingops 004,  dimasukkan pada Wing Logistik 020 dan namanya diubah menjadi Skadron Teknik 024. Sebagai Komandanya Kapten Udara Burachman. Namun tahun 1970 skadron ini dikembalikan ke Wing Operasi 004 lagi.
            Sesuai tuntutan Negara dimana kurun waktu 1965-1975-an  keadaan Negara Indonesia masih panas dan belum tenang  antara lain usai melaksanakan operasi Trikora dan Dwikora berlanjut meletusnya G 30 S/PKI, beban tugas TNI AU sangat berat termasuk Skadron Udara 8. Khusus di masa operasi Dwikora Skadron Udara 8 mengerahkan satu Flight heli Mi-6 sesuai instruksi Mentri/Panglima  Angkatan Udara No. 6 tahun 1965 tanggal 1 Nopember 1965. Bulan Mei 1967  Komandan Skadron Udara 8 Mayor Imam Suwongso menyerahkan jabatanya kepada Kapten Udara Soekono K. Selain untuk kepentingan militer, Skadron Udara 8 juga mengemban tugas non militer, untuk pembangunan nasional dan kepentingan kemanusiaan. Sebagai contoh, Januari 1965 Pengumpulan Dana pada acara Bulan Dana PMI pada tahun 1966 menanggulangi bencana Alam di Solo.

Skadron Udara 8 Dibekukan
Sebelumnya tidak hanya keluarga besar TNI AU khususnya dan ABRI pada umumnya, juga masyarakat Indonesia bangga memiliki helikopter Mi-6 Angkut Berat. Bahkan, kala itu sebagian besar masyarakat ada yang menyebut Mi-6 sebagai helikopter raksasa. Betapa tidak, karena Mi-6 daya angkut penumpang jauh lebih besar dibanding dengan beberapa jenis helikopter yang lain milik TNI AU. Tetapi sayang, karena ketiadaan suku cadang semua heli Mi-6 akhirnya lumpuh tak dapat dioperasikan lagi. Akibatnya sejalan dengan mengaktifkan lagi Skadron Udara 8 Angkut Berat, pesawatnya pun kian bertambah setelah September 1982 bertambah tiga SA-330 Puma, bertambah dua lagi dari Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN), lalu tanggal 20 Februari 1985 ketambahan lagi dua Puma tipe “L” yang kemudian dimodifikasi menjadi helikopter VIP, dibubuhi nomor regestrasi HT-3317 dan HT-3318.  Kurun waktu itu, Skadron Udara 8 Angkut Berat memiliki 18 Helikopter SA-330 Puma, Nomor regestrasinya adalah H-3301, H-3302, H-3303, H-3305 dan H-3307 sampai dengan H-3318.
            Ada instruksi Pimpinan TNI AU, pada tahun 1984 dua SA-330 tipe “J” bernomor regetrasi H-3304 dan H-3306 dipindah ke Skadron 17 VIP. Sejak dibentuk hingga sekarang helikopter yang dioperasikan atau ditangani  Skadron Udara 8 adalah helikopter Mi-6  dan SA-330 Puma.

Pendidikan Awak Helikopter Skadron Udara 8
Dalam upaya meningkatkan keterampilan dan kualitas sumber daya manusia Skadron Udara 8 khususnya penerbang dan teknisinya, terus menerus diadakan pendidikan dan pelatihan. Tujuanya untuk menjadi keamanan dan kelancaran tugas dalam mengawaki pesawat-pesawatnya.
            Khusus untuk mampu mengoperasikan helikopter SA-330 Puma sejumlah penerbang dan teknisi dikirim secara bergelombang ke pabrik helikopter Aerospatiale Perancis, Gelombang I, yang dikirim sembilan penerbang dan 12 teknisi  yaitu Mayor Penerbang Priyono, Mayor Penerbang Iping, Kapten Penerbang Prastowo, Kapten Pnb Kadar, Kapten Penerbang E. Kosasih,  Kapten Penerbang Hari Sriyono, Kapten Penerbang Tarjim, Kapten Penerbang Sutaryo, Kapten Penerbang Tahir Harita, Kapten Tek Arief, Kepten Tek Triwibowo, Kapten Tek Sumarto, Kapten Tek Muchtar Damili, Kapten Tek Sunumurti, Kapten Tek Saud Hutabarat, Serma Sugeng, Serma Suprapto, Serma Nico, Serma Darso, Serma Sucipto, Serka Kamil, Gelombang II yang dikirim delapan penerbang, sembilan teknisi dan Spesialis 5 orang. Penerbang yang dikirim adalah Mayor Penerbang Hengky Dauhan, Mayor Penerbang Hernes Hutabarat, Kapten Penerbang Hari R. Gamdani, Kapten Penerbang Joko Purnomo, Kapten Penerbang Rukma Susetyasta, Kapten Penerbang Mutanto Yuwono, Kapten Penerbang Machmud Dimyati. Para teknisi yang dikirim ke Perancis adalah Mayor Tek Sampurno, Kapten Tek Hari S., Kapten Tek Makmur S, Kapten Tek Djumingan, Kapten Tek Suratno, Pelda Toto Sutisna, Serma Djudju Sadjuri, Sertu Tukiran dan Sertu Darmadi, sedang Spesialis adalah Letda Lek Amin, Pelda Parmono, Serka Sunyoto, Serka Herman dan Serka D. Sumadi.

Pengembangan Fasilitas
            Semenjak diaktifkan lagi Skadron Udara 8 tanggal 14 Juli 1981 fasilitas khusus hanya masih sangat minim, padahal jumlah helikopternya 16 buah. Mengingat hanggar lengkung yang ada hanya satu dan daya tampungnya hanya untuk heli SA-330 Puma, perlu sekali penambahan atau pengembangan fasilitas hanggar. Oleh karenanya Wing Operasi 004 mulai tanggal 5 September 1981 membangun hanggar, shelter bangunan beserta perkantoran Markas Wing Operasi 004. Pengembangan Hanggar dan bangunan lain, diresmikan pada tanggal 25 Mei 1982 oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral TNI M. Yusuf, bertepatan dengan HUT ke 17 Wing Operasi 004 Helikopter.
            Seperti halnya beberapa jenis pesawat TNI jenis tempur dan transport, helikopter-helikopter juga beterbangan ke berbagai pelosok Tanah Air, lebih-lebih helikopter yang terbang dan tugasnya tak mengenal jenis bumi yang didarati. Baik burung kemana saja terbang kemana pula hinggap. Helikopter-helikopter TNI AU terbang dan mendarat mulai dari kota besar ke tanah dalam gunung terjal, disawah sampai ke lembah,  terbang ke berbagai daerah menembus angkasa  dan mengarungi hutan luas, untuk kepentingan operasi militer, SAR, bakti sosial, tugas kemanusiaan dan bencana alam. Tugas operasi militer yang pernah dilakukan Skadron Udara 8 antara lain dalam Operasi Seroja  di Timor-Timor pakai SA-330 Puma. Di antaranya dalam operasi memburu Presiden Fretelin, Labota yang akhirnya bisa ditembak,  sebagai bukti Puma H-3306 sampai berlubang 23 buah.

Satuan Pelaksanaan Lanud Atang Sendjaja
            Pada tanggal 28 Maret 1985 Wing Operasi 004 dibubarkan semua personel dan fasilitasnya diserahkan pada Komandan Pangkalan Udara Atang Sendjaya. Pembubaran Wing Operasi 004 berdasarkan  Instruksi Kasau Nomor : Ins/03/III/1985 tanggal 12 Maret 1985, sejalan dengan reorganisasi TNI AU. Selanjutnya tugas Skadron Udara 6, Skadron Udara 7 dan Skadron Udara 8 dijadikan satuan pelaksana operasi Pangkalan TNI Angkatan Udara Atang Sendjaja.
            Peleburan dan penggabungan Wing Operasi 004 ke Lanud Atang Sendjaja berlaku efektif sejak tanggal 1 April 1985. Dengan sendirinya seperti Skadron Udara 6 dan Skadron Udara 7, Skadron Udara 8 merupakan satu bagian dari satuan pelaksana Lanud Atang Sendjaya yang sejak dibentuk sampai sekarang yang dioperasikan adalah helikopter Mi-6 dan SA-330 Puma.
Dalam perjalanan sebagai salah satu satuan operasi Pangkalan TNI Angkatan Udara Atang Sendjaja, Skadron Udara 8 telah mengalami beberapa serah terima jabatan Komandan Skadron Udara. Adapun pejabat-pejabat yang pernah menjabat sebagai Komandan Skadron Udara 8 semenjak pertama dibentuk hingga sekarang adalah :

1.    Mayor Udara Imam Suwongso, tanggal 25 Mei 1965 s/d Mei 1967.
2.   Mayor Udara Sukono K., bulan Mei 1967 s/d tanggal 14 Oktober 1970.
3.   Mayor Pnb Soekanta, tanggal 14 Oktober 1970 s/d tanggal 22 September 1971.  
4    Mayor Pnb Pramono Adam, tanggal 22 September 1971 s/d dibekukan.
5.   Letnan Kolonel Pnb Suparman, tanggal 20 Mei s/d bulan Mei 1984.
6.   Letnan Kolonel Pnb E. Kosasih, bulan Mei 1984 s/d bulan Maret 1986.
7.   Letnan Kolonel Pnb Hernes Hutabarat, bulan Maret 1986 s/d tanggal 19 Juni 1989.
8.   Letnan Kolonel Pnb HR. Gamdani, tanggal 19 Juni 1987 s/d bulan Januari 1989.
9.   Letkol Pnb Mutanto Yuwono, bulan Januari 1989 s/d tanggal 24 Nopember 1990.
10. Letkol Pnb Wardjoko, tanggal 24 Nopember 1990 s/d bulan Juni 1993.
11. Letkol Pnb T. Djohan Basyar, bulan Juni 1993 s/d tanggal 20 Mei 1996.
12. Letkol Pnb Modjo Basuki, tanggal 20 Mei s/d tanggal 11 September 1997.
13. Letkol Pnb Dwi Djatmiko BS., tanggal 11 September 1997 s/d tanggal 7 Agustus 1999.
14.  Letkol Pnb Supriharsanto, tanggal 7 Agustus 1999 s/d tanggal 28 Maret 2001.
15.  Letkol Pnb Wahyu A. Djaja, tanggal 28 Maret 2001 s/d 8 Agustus 2002.
16.  Letkol Pnb Trisno Hendradi, tanggal 8 Agustus 2002 sampai dengan 10 Februari 2004.
17. Letkol Pnb Timbang Sembiring, tanggal 10 Februari 2004 sampai dengan 29 Agustus 2005.
18. Letkol Pnb Moch. Fadjar Sumarijadji, tanggal 29 Agustus 2005 sampai dengan22 Agustus 2007.
19. Letkol Pnb I Wayan Sulaba, S.Sos, tanggal 29 Agustus 2007 sampai dengan 24 Juli 2008.
20. Letkol Pnb Tarjoni, tanggal 24 Juli 2008 sampai dengan 30 Desember 2009.
21. Letkol Pnb Djohn Amarul, tanggal 30 Desember 2009 sampai dengan tanggal 21 April 2011.
22.  Letkol Pnb Iwan Tahandi S.Sos, tanggal 2011 sampai dengan sekarang.

Penerbangan Istana Kepresidenan
            Berhubung semakin bertambah kekuatan pesawat helikopter, maka semakin banyak pula tugas-tugas yang harus dilaksanakan baik yang bersifat operasi militer maupun non militer.  Tugas-tugas tersebut di antaranya adalah untuk melaksanakan penerbangan istana kepresidenan yakni tugas operasi penerbangan untuk mendukung kegiatan Presiden dan Wakil Presiden.
            Tanggung jawab sebagai penerbang istana kepresidenan pertama kali diserahkan pada Letnan Udara I R. Soemarsono dan Letnan Udara II Joem Somersono, yang pada akhirnya Letnan Udara Joem Soemarsono mendapat kepercayaan sepenuhnya menjadi penerbang pribadi presiden sekaligus merangkap sebagai perwira tehknik. Adapun Pesawat yang digunakan pada saat itu adalah dua buah pesawat jenis Bell-47 J “Renger” yang tiba di Indonesia pada tahun 1960.  Mengingat pentingnya penerbangan guna mendukung keperluan Istana Kepresidenan, disamping dua buah pesawat jenis Bell-47 J “Renger” yang telah dioperasikan selama ini, maka pesawat S-58 dengan nomor regestrasi H-351 dan satu buah pesawat jenis Mi-4 dengan nomor regetrasi H-200 ditugaskan pula untuk mendukung kegiatan penerbangan istana kepresidenan.
            Dalam pelaksanaannya Kapten Udara S. Kardjono diberi kepercayaan untuk mengantikan Mayor Udara Joem Soemersono sebagai penerbang kepresidenan, dan disamping tugasnya sebagai penerbang presiden, Kapten Udara S. Kardjono juga ditugaskan sebagai ajudan Presiden dan merangkap juga sebagai Komandan Unit Pesawat Helikopter Istana.
            Sebagai kelanjutan dari era helikopter turbo-prop, maka pada tahun 1964 telah tiba dua buah pesawat jenis Bell-204B “Iroquis” dan satu di antaranya dipergunakan juga untuk mendukung keperluan penerbangan istana kepresidenan dengan nomor regestrasi H-261.
            Pada tahun1992 tiba dua buah pesawat jenis NAS-332 Super Puma dengan nomor regestrasi H-3321 dan H-3322 yang diserahkan ke Skadron 17 VIP untuk mendukung kegiatan penerbangan VVIP Presiden dan wakil Presiden. Dengan demikian jumlah pesawat helikopter yang dipergunakan untuk penerbangan VIP dan VVIP pada saat ini sebanyak empat buah, dua buah pesawat SA-330 Puma dengan nomor regestrasi H-3304 dan H-3306, dua buah pesawat jenis NAS-332 Super Puma dengan nomor regestrasi H-3321 dan H-3322.
            Selain tugas-tugas penerbangan untuk melayani dukungan VVIP Presiden/Wakil Presiden juga untuk melayani penerbangan apabila ada kunjungan dari kepala negara sahabat atau para tamu negara yang setingkat dengan kepala negara.
            Setelah terjadi accident terhadap pesawat SA-330 Puma H-3304 ketika melaksanakan penerbangan VVIP RI-I di Banda Aceh, maka berdasarkan Surat permohonan Kadisaero nomor : B/314-04/22/25/Disaeroau tanggal 7 Nopember 1997, pesawat H-3306 kembali menjadi kekuatan dari Skadron Udara 8 dan tetap sebagai pesawat angkut personel VIP/VVIP.
            Dengan demikian selain tugas-tugas operasi penerbangan baik yang bersifat operasi Militer maupun non militer, Skadron Udara 8 Angkut Berat, juga dipercaya untuk melaksanakan kegiatan operasi penerbangan dalam rangka mendukung kegiatan penerbangan VVIP Presiden dan wakil Presiden sampai sekarang bersama-sama Skadron Udara 17 VIP Lanud Halim Perdana Kusuma.
Meskipun secara administrasi kedua pesawat Puma tersebut menjadi kekuatan Skadron Udara 17 VIP tetapi dalam pelaksanaan penerbanganya, khususnya apabila untuk mendukung penerbangan VVIP/VIP Presiden maupun Wakil Presiden tidak dapat dipisahkan dengan Skadron Udara 8 Angkut Berat. Sebabnya dalam setiap pelaksanaanya, yang ditunjuk sebagai komandan flight dalam penerbangan VVIP tersebut adalah Komandan Skadron Udara 8 dibantu beberapa personil dari Skadron Udara 17 VIP yang sebelumnya pada umumnya juga pernah bertugas dan menjadi anggota organik Skadron Udara 8 Angkut Berat.
            Pada tahun 1967 telah terjadi perubahan ketatalaksanaan penerbangan pesawat-pesawat helikopter VIP  istana berdasarkan Surat Keputusan Mentri/Panglima Angkatan Udara No. 35 tahun 1967 tanggal 2 Agustus 1967, maka sejak tahun 1967 dilaksanakan relokasi berupa penarikan kembali semua pesawat helikopter  yang berada pada unit istana kepresidenan, untuk selanjutnya dimasukkan ke Skadron Udara 7, Wing Operasi 004. Pesawat-pesawat yang direlokasikan tersebut adalah H-110, H-111, H-300, H-267 dan H-261, dan akan tetap dipergunakan untuk melayani penerbangan VIP. Personel anggota yang bertugas di unit Istana Kepresidenan ditempatkan di Skadron Udara 7 Wing Operasi 004 dan Skatek 024. Sementara itu untuk personel penerbangnya, berdasarkan instruksi mentri/Panglima Angkatan Udara no. 3 tahun 1967 tanggal 2 Agustus 1967 telah ditugaskan Kolonel Udara kardjono untuk tetap menerbangkan pesawat-pesawat helikopter VIP sampai ada ketentuan lebih lanjut.
            Meskipun pesawat-pesawat yang berada di dalam unit istana kepresidenan telah direlokasikan ke Skadron Udara 7 Wing Operasi 004, tapi tugas penerbangan istana kepresidenan tetap dilayani oleh Wing Operasi 004 sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan pesawat yang ditentukan oleh Pimpinan.
            Dengan telah tibanya sista baru, SA-330 Puma, maka kegiatan penerbangan Istana Kepresidenan telah digantikan oleh pesawat jenis SA-330 Puma. Sesuai dengan Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara nomor : Skep/22/XII/1983 dua pesawat SA-330 Puma yang diproduksi oleh IPTN yakni HT-3317 dan HT-3318 versi VIP ditempatkan di Skadron Udara 17 VIP , untuk pesawat VVIP Presiden dan Wakil Presiden.
            Mengingat kondisi HT-3317 dan HT-3318 masih dalam tahap penyelesaian produksi dan dengan pertimbangan jenis pesawat SA-330 Puma type J (versi sipil) memiliki system emergency yang lebih baik dibanding dengan pesawat type L (versi militer), maka akan lebih dapat menjamin keamanan dan keselamatan terbang. Oleh karena itu untuk keperluan penerbangan VVIP Presiden dan wakil Presiden digunakan pesawat SA-330 Puma type J. Sebagai tindak lanjut dari penggantian tersebut, tahun 1984 dua buah pesawat SA-330 Puma (H-3304 dan H-3306) dipindahkan dari Skadron Udara Angkut Berat ke Skadron Udara 17 VIP, beserta beberapa personil penerbang dan teknisi,menjadi kekuatan penuh dari Skadron Udara 17 VIP.


Berbagai Tugas yang Pernah Dilaksanakan

Sesuai dengan tugas yang dibebankannya, helikopter-helikopter Skadron Udara 8 beserta personelnya sudah menjadi serta memberikan baktinya kepada negara dan banga. Tugas-tugas yang diemban berbagai macam tugas, mulai operasi militer, SAR, ambulance udara, komando dan pengendalian (Kodal), operasi bhakti kemanusiaan, olah raga, mengatasi bencana alam.
Berbagai tugas yang pernah dilaksanakan oleh Skadron Udara 8 adalah:

1.            Operasi Dwikora, di perbatasan Indonesia dan Malaysia tahun 1963-1965-an.

2.            Operasi Malirja, di Irian Jaya pada awal Desember 1980.

3.            Operasi Kikis, di Timika, Irian Jaya Pada Januari 1996. Dalam rangka membebaskan sandera Tim Peneliti “Laurent” yang disandera oleh GPK pimpinan Keli Kwalik.

4.            Operasi Patok, di Irian Jaya. Suatu operasi pemasangan patok untuk mempertegas perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea, membentang mulai dari arah utara di Jayapura sampai ke arah selatan sampai di daerah Merauke. Tahap pertama tanggal 12 Agustus sampai dengan 12 Oktober 1986. Tahap ke dua bulan Juli sampai dengan Agustus tahun 1988.

5. Operasi Seroja, di Timor Timur pada tanggal 30 September - 7 September 1986. Operasi untuk membantu rakyat Timor-Timur dalam mewujudkan keinginanya berintegrasi dengan NKRI.

6. Operasi Halau, di kepulauan Natuna pada tanggal 29 Mei 1985 sampai dengan tahun 1988. Operasi yang dilaksanakan untuk menghalau kaum pengungsi dan manusia perahu yang akan masuk ke Pulau Natuna.   

7. Operasi Wisnu, di daerah kalimantan Barat bersama-sama dengan Malaysia  dalam rangka penumpasan sisa-sisa Gerombolan PGRST/Paraku pada tahun 1982 sampai dengan awal Agustus 1983.

8. Operasi Anggrek Biru, adalah operasi dukungan SAR terhadap pesawat-pesawat A-4 dan F-5 dari Wing 300, yang didislokasikan  ke wilayah Indonesia bagian Barat dan Wilayah Indonesia bagian Timur pada sampai dengan tanggal 21 Oktober 1982.

9. Operasi Bhakti, melaksanakan operasi kemanusiaan dan operasi bhakti di seluruh wilayah Indonesia, yaitu :
A. Pada bulan Juni 1965 mendapat kepercayaan untuk mengumpulkan dana dalam rangka Bulan Dana PMI, dengan melaksanakan Joy Flight di Bogor.   Kegiatan serupa dilaksanakan kembali di daerah Kemayoran Jakarta pada tahun 1967
B. Pada tanggal 18 dan 19 Maret 1966 menggunakan pesawat jenis MI-6 dibantu pesawat jenis Mi-4 melaksanakan operasi kemanusiaan akibat bencana banjir bengawan Solo didaerah Solo.
C. Pada akhir tahun 1969 Skadron Udara 8 terlibat dalam pembuatan film “Awan Jingga” yang diproduksi oleh PN Aerial Survey, menggunakan helikopter jenis Mi-6.
D. Operasi bakti dalam rangka penanggulangan bencana alam di Larantuka tahun 1979 melibatkan satu buah pesawat SA-330 Puma.
E. Awak Skadron Udara 8 juga melaksanakan bantuan dalam rangka penaggulangan bencana alam di Sinila-Dieng Jawa Tengah pada tahun 1980 menggunakan SA-330 Puma.
F. Operasi Bakti dalam rangka penanggulangan bencana alam akibat meletusnya gunung Galunggung di Jawa Barat tanggal 28 April 1982.
G. Operasi Bakti penaggulanan bencana alam akibat tanah longsor di Kurima Irian Jaya tahun 1990.
H. Ikut aktif dalam rangka penanggulangan bencana alam akibat badai Tsunami yang terjadi di Maumere tanggal 12 Desember 1992 menggunakan satu pesawat SA-330 Puma.
I. Operasi Bhakti ketika terjadi bencana alam gempa bumi di daerah Liwa Lampung Barat, bulan Februari 1994.
J. Kegiatan penaggulangan bencana alam di Ternate tahun 1994. 
K. Penanggulangan bencana alam akibat badai Tsunami di daerah Banyuwangi Jawa Timur tahun 1994.
L. Operasi bakti untuk penanggulangan bencana alam yang terjadi di daerah Kerinci-Jambi pada Oktober sampai dengan Nopember 1994.
M. Operasi bakti dalam rangka penanggulangan bencana alam yang terjadi di Biak Irian Jaya pada bulan Februari sampai Maret 1996.
N. Operasi kemanusiaan Galang ’96, yaitu suatu operasi pemulangan kaum pengungsi dan manusia perahu dari Kamboja dan Veitnam yang sebelumnya ditampung di pulau  Galang Batam pada bulan Juni  sampai Agustus 1996.
O. Melaksanakjan kegiatan Dalgangsos di Pontianak, Kalimantan Barat yakni suatu kegiatan memantu penyelesaian untuk pengendalian akibat gangguan sosial yang terjadi di Kalimantan Barat selama bulan Januari sampai Mei 1997.
P. Melaksanakan Water Bombing, dalam rangka penaggulangan bencana kebakaran hutan di daerah Lampung.
Q. Selama tiga hari tanggal 28 sampai 30 Desember 1997 Skadron Udara 8 membantu  pemasangan minoret mesjid di Garut, memakai satu pesawat SA-330 Puma HT-3315.
R. Bantuan Sosial Bencana Alam Tsunami di Aceh Tahun 2005.
S. Bantuan Sosial Bencana kelaparan di Pegunungan Yahukimo, Wamena pada tahun 2005.
T. Bantuan Sosial bencana alam banjir di Sinjay pada tahun 2006.
U. Bantuan Sosial bencana alam Gempa Bumi di Yogyakarta pada tahun 2006.
V. Bantuan sosial bencana alam banjir di Aceh pada tahun 2006.
W. Bantuan sosial bencana alam banjir di Morowali pada tahun 2007.
X. Bantuan sosial bencana alam banjir di Mentawai pada tahun 2007.
Y. Bantuan sosial bencana alam Gempa Bumi di Padang dan Mentawai pada tahun 2010.
Z. Bantuan social bencana banjir bandang di Wasior, Papua Barat pada tahun 2010.

Operasi SAR
            Sesuai dengan tugas-tugas yang diembannya yakni melaksanakan kegiatan SAR baik pada masa damai maupun masa perang yakni lebih dikenal dengan fungsi sebagai Combat SAR, Skadron Udarta 8 telah turut aktif dalam beberapa kegiatan operasi SAR, beberapa  di antaranya sebagai berikut.
a. Skadron Udara semasa diperkuat helikopter raksasa Mi-6, bulan Nopember 1965 memberikan pertolongan terhadap kapal berbendera Norwegia “Corval” yang kandas di perairan Ujung kulon, Banten.
b. Sebuah Mi-6 dari Skadron Udara 8 dan dua Mi-4 Skadron Udara 6 tanggal 2 Januari melaksanakan kegiatan SAR terhadap dua buah pesawat milik Garuda Indonesia yang mengalami kecelakaan di daerah Pagardewa Palembang, dalam operasi ini telah kehilangan satu buah pesawat akibat kecelakaan pada waktu melaksanakan  rappelling pasukan dari RPKAD.
c.Operasi SAR terhadap kapal penumpang Tampomas II di kepulauan  Masalembo tanggal 25 Januari 1981, menggunakan pesawat jenis SA-330 Puma.
d. Pesawat Hercules C-130 H-MP dengan nomor regestrasi AI milik TNI Angkatan Udara  mengalami kecelakaan di gunung Sibayak Medan Sumatera Utara pada hari Rabu 20 Nopember 1985, menjelang pendaratan di Bandara Polonia yang menewaskan seluruh awak pesawatnya sebanyak 10 orang, dalam musibah ini Skadron Udara 8 mengirim pula SA-330 Puma.
e. Tanggal 12 dan 23 Februari 1988, melaksanakan operasi pencarian terhadap pesawat BO-105 nomor regestrasi HH-1508 milik Departemen Kehutanan yang mengalami musibah di perairan sekitar Banjarmasin.
f. Pesawat CASA 212 milik PT Merpati Nusantara Air Laine tanggal 1 Februari 1991 mengalami kecelakaan, menabrak gunung Tihengo di Gorontalo Sulawesi Utara, adanya kecelakaan ini  Skadron Udara 8 mengirimkan SA-330 Puma untuk melakukan pertolongan.
g. Puma Skadron Udara 8 pernah melakukan pula operasi SAR terhadap pesawat S-58T yang mengalami kecelakaan di pegunungan Jayawijaya ketika akan berangkat ferry dari Sentani Jayapura ke Merauke tahun 1992.
h. Operasi SAR juga pernah dilakukan oleh Puma Skadron Udara 8 terhadap pesawat PT DAS dengan regestrasi PK-ZAA di daerah Sintang Kalimantan Barat tahun 1993.
i. Pada tahun 1993 SA-330 Puma melaksanakan opertasi SAR terhadap pesawat jenis CN-235 milik maskapai penerbangan Merpati Nusantara yang mengalami kecelakaan didaerah Garut Jawa Barat.
j. Tahun 1993  SA-330 Puma melaksanakan operasi SAR terhadap pesawat PT. DAS yang mengalami kecelakan di Banjarmasin.
k. Tatkala pesawat Polri pada tanggal 4 Oktober 1995 didaerah Jonggol Kabupaten Bogor  mengalami kecelakaan, dari Lanud Atang Sendjaja juga dikirim SA-330 Puma untuk melakukan SAR.
l. Sebuah SA-330 Puma memberi bantuan SAR terhadap musibah yang menimpa kapal penumpang Gurita, yang tenggelam di selat Banda Aceh tanggal 19 Januari 1996.
m. Sewaktu pesawat Boeing 737 milik maskapai penerbangan Silk Air mengalami kecelakaan di Kecamatan Sungsang, Kabupaten Musi Banyuasin selatan, menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat, tanggal 20 Desember 1997 s/d 2 Januari 1998, dengan menggunakan dua pesawat SA-330 Puma HT-3309 dan HT-3308 dari Skadron Udara 8 melakukan operasi SAR yang cukup lama.
n. Pada tahun 1999 pesawat SA-330 Puma melaksanakan SAR terhadap rombongan Bupati Solok di Hutan Padang Sumatera Barat.
o. Pesawat helikopter TNI AU jenis Twin Pack dengan nomor registrasi       H-3451 mengalami kecelakaan tahun 2005 pada saat melaksanakan dorongan logistik di daerah Kabupaten Membramo, pesawat SA-330 Puma ditugaskan dalam pencarian pesawat tersebut.
p.Pada tahun 2007 pesawat SA-330 Puma yang sedang melaksanakan tugas standby SAR pesawat tempur di Lanud Sultan Hasanuddin Makassar ditugas untuk melaksanakan pencarian pesawat Adam Air yang hilang disekitar perairan Majene.
q. Pesawat TNI AU jenis Cassa 212 Aviocar yang sedang melaksanakan misi potret udara di kota Bogor mengalami kecelakaan di gunung salak pada tahun 2008 pesawat SA-330 Puma melakukan pencarian dan evakuasi korban jatuhnya pesawat tersebut.
r. Pada tahun 2009 pesawat SA-330 Puma yang sedang melaksanakan tugas standby SAR pesawat tempur di Lanud Sultan Hasanuddin Makassar ditugaskan untuk melaksanakan pencarian KM Teratai Prima yang hilang tenggelam disekitar perairan Majene Sulawesi Selatan.
s. Pesawat SA-330 Puma BKO Kodam XVII Cendrawasih melaksanakan pencarian terhadap pesawat milik polisi jenis Skytruck yang jatuh di Sarmi Papua.


Kegiatan Latihan Skadron Udara 8
            Guna untuk meningkatkan kemampuan para awak pesawat dan personel pendukungnya baik secara perorangan maupun satuan, selama kurun waktu tahun 1966 sampai dengan sekarang, Skadron Udara 8 selalu aktif dalam berbagai kegiatan latihan antar satuan dilingkungan TNI Angkatan Udara sendiri, latihan antar angkatan maupun latihan bersama antar negara sahabat, latihan-latihan yang sudah diikuti sebagai berikut.
            Latihan antar angkatan (TNI-AU dan TNI-AD)  “Rajawali I” yang dilaksanakan tahun 1981 di Pangkalan TNI Angkatan Udara Kalijati Subang melibatkan dua buah pesawat SA-330 Puma dan Pesawat S-58T Twin Pac.
            Latihan Gabungan ABRI yang diikuti sejak tahun 1974 sampai sekarang selalu melibatkan pesawat SA-330 Puma, contohnya Latgab ABRI ke III yang dilaksanakan bulan Agustus 1996 yang dipusatkan di Kepulauan Natuan, Skadron Udara 8 turut berperan aktif mengirim 4 buah pesawat SA-330 Puma yang tersebar di Natuna, Pontianak dan Pekanbaru.
            Latihan bersama dengan negara tetangga di Asia Tenggara sejak tahun 1978 pesawat SA-330 Puma berlangsung dari tahun ke tahun diantaranya adalah : Elang Malindo antara Malaysia dengan Indonesia, Elang Indopura antara Indonesia dengan Singapura, Elang Thainesia antara Thailand dengan Indonesia, Latihan Ausindo antara Australia dengan Indonesia, Elang Seberang antara Indonesia dengan New Zealand,             Malindo Darsasa antara Indonesia dengan Malaysia, Cope West dan Teak Iron dengan Amerika Serikat, dan Helly Detacement dengan RSAF Singapura.
            Setiap latihan yang dilaksanakan oleh TNI Angkatan Udara sendiri seperti halnya Latihan Jalak Sakti, Latihan Madhi Yudha, Latihan Angkasa Yudha dan juga aktif dalam melaksanakan dukungan SAR terhadap pesawat-pesawat tempur  TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugas latihan bersama maupun tugas-tugas operasi lainnya, Puma dan Skadron Udara 8 senantiasa tampil, tak kenal absen.

Perlombaan Ketrampilan Terbang
            Selain kegiatan latihan yang dilaksanakan tersebut, Skadron Udara 8 ikut aktif dalam setiap kegiatan yang bersifat perlombaan dibidang ketrampilan terbang di dalam atau di luar negeri.   Dengan ikut dalam berbagai ketrampilan, mendorong para awak pesawat khususnya, senantiasa mempertahankan kemampuan agar selalu prima, kemampuan membina ketrampilan sangat bermanfaat bagi dinas.
            Hal yang sangat membanggakan bagi seluruh keluarga Skadron Udara 8 Angkut Berat adalah dengan dipercayanya mengikuti perlombaan ketrampilan terbang antar ASEAN yaitu “Asean  Helikopter Championship (AHC)”, yang diselenggarakan di negara Brunai Darussalam bulan Agustus 1994.   Dalam perlombaan tersebut diikuti oleh negara Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Indonesia, dimana setiap negara mengirimkan dua tim, kecuali Indonesia hanya mengikut sertakan satu tim, dari Indonesia diwakili oleh Skadron Udara 8, menggunakan pesawat SA-330 Puma HT-3308 yang diterbangkan langsung dari Pangkalan Angkatan Udara Atang Sendjaja denga route Atang Sendjaja-Tanjung Pandan- Pontianak/R, kemudian dilanjutkan dengan route Pontianak-Kuching-Bintulu-Brunai Darussalam, adapun yang diperlombakan meliputi Navigasi dan ketrampilan terbang dengan menggunakan external load (cargo sling),  meskipun Indonesia dalam kesempatan ini baru pertama kalinya ikut serta, namun tim berhasil sebagai juara umum II dibawah tuan rumah Brunei Darussalam.
            Pada lomba serupa Skadron Udara 8 dipercaya kembali mengikuti acara “2nd Brunai Asean Helikopter Invitational Championship” yang berlangsung juga di Brunai Darussalam tanggal 18 s/d 29 Oktober 1997, dengan diikuti  oleh 5 negara ASEAN yakni Brunai Darussalam, Indoneia, Philipina dan Singapura.   Pada kesempatan ini dengan menggunakan pesawat SA-330 Puma HT-3317 Indonesia memperoleh predikat sebagai juara umum II bersama-sama dengan Malaysia, sedangkan juara I dipegang oleh Brunei Darussalam.

Prestasi yang dicapai oleh Skadron Udara 8
            Sebagai salah satu satuan operasi dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Atang Sendjaja, selain melaksanakan tugas-tugas operasi penerbangan juga selalu aktif melaksanakan pembinaan terhadap personelnya.   Pembinaan yang dilaksanakan diantaranya meliputi sikap dan kedisiplinan serta rasa tanggung jawab sebagai prajurit ABRI juga dalam hal kebersihan lingkungan kerja.   Hal ini ditandai dengan telah berhasil meraih beberapa prestasi kerja baik dibidang penerbangan, ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dibidang kebersihan.   Penghargaan tersebut antara lain :
1. Penghargaan dari Wing Operasi 004 helikopter atas penekanan dibidang Kambangja, sehingga berhasil menekan terjadinya kecelakaan hingga 13,7 % pada tahun 1981/1982.
2. Trophy pertandingan ketampilan Udara (Nahi Nikama Phalesya Kriya) antar Skadron Helikopter pada tahun 1985/1986.
3. Juara umum dalam rangka uji ketrampilan udara tahun 1985 yang diselenggarakan oleh Komando Paduan Tempur Udara.
4. Juara pertama kelompok helikopter dalam rangka uji antar satuan TNI Angkatan Udara tahun 1988/1989.
5. Juara pertama kelompok helikopter dalam rangka uji terampil antar satuan TNI Angkatan Udara tahun 1990/1991.
6. Juara terbaik umum dalam rangka uji terampil antar satuan TNI Angkatan Udara tahun 1990/1991.
7. Juara pertama kelompok helikopter dalam rangka uji terampil antar satuan TNI Angkatan Udara tahun 1991/1992.
8. Juara pertama lomba kebersihan antar satuan pelaksana tingkat Skadron/Dinas yang berada dibawah Komando Operasi TNI Angkatan Udara I tahun 1991.
9. Juara II bidang kebersihan dan keasrian lingkungan kerja yang diselenggarakan oleh Kadisada TNI Angkatan Udara tahun 1991
10. Juara pertama kelompok helikopter dalam rangka uji terampil antar satuan TNI Angkatan Udara tahun 1993/1994
11. Juara pertama bidang kebersihan dan keasrian lingkungan kerja antar satuan pelaksana tingkat Skadron/ Dinas yang di bawah Komando Operasi TNI Angkatan Udara I tahun 1993/1994.
12.Juara umum II dalam rangka “ASEAN Helikopter Championship (AHC) yang diselenggarakan di Negara Brunai Darussalam pada tahun 1994
13. Pada tahun 1995 salah satu anggota dari Skadron Udara 8 atas nama Pelda Kasimin terpilh sebagai Bintara terbaik tingkat Komando Operasi TNI Angkatan Udara I.
14. Juara umum II dalam rangka “2nd Brunai ASEAN Helikopter Invination Championship” yang diselenggarakan di negara Brunai Darussalam pada tahun 1997.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar